Hj Aisyah Aminy, SH

Berkibar di Semua Gelanggang


Keaktifan Aisyah tidak hanya sebatas bidang politik, hukum, dan pemberdayaan perempuan. Ia juga terjun ke organisasi seni budaya, sosial, dan keagamaan.
Setahun sejak menjadi advokat (1960), Aisyah Aminy terjun pula ke organisasi seni budaya. Ia masuk ke dalam organisasi Himpunan Seniman Budayawan Islam (HSBI) yang waktu itu diketuai Yunan Helmi Nasution dan pernah menjadi anggota Pengurus HSBI.

Di masa sekarang, HSBI masih memproduksi sandiwara-sandiwara televisi. Bersama Majelis Seniman Budayawan Islam (MASBI) yang diketuai Buya HAMKA, dihasilkan prinsip-prinsip seni dalam Islam, termasuk masalah patung dan seni pentas.

Pada tahun 1979, saat aktif di KOWANI, Aisyah juga menjadi anggota Dewan Film Nasional. Dewan ini bertujuan memajukan perfilman nasional agar menjadi tuan di rumah sendiri dan mendorong sineas-sineas Indonesia agar lebih kreatif dan maju.

Aisyah juga peduli pada pengembangan dan pelestarian budaya serta pengembangan masyarakat daerahnya, Minangkabau. Minangkabau selain dikenal keindahan alamnya juga keunikan budayanya yang menganut sistim matrilineal (garis keturunan dari ibu), sementara mayoritas suku bangsa di Indonesia adalah patrilineal (garis keturunan dari ayah).

Sejak peristiwa PRRI di Sumatera Barat, banyak masyarakat Minang yang merasa terguncang. Aisyah dan tokoh-tokoh Minang seperti Djamaludin Malik, dr Rusmali, Usmar Ismail, Asrul Sani dan lainnya menyelenggarakan acara ‘Minang Mangimbau’ tahun 1962 di Gelora Bung Karno Jakarta. Tujuannya mengembalikan kepercayaan diri masyarakat Minang agar tetap bangga dengan adat dan budayanya. Juga menggugah perhatian masyarakat Minang di perantauan terhadap daerahnya.

Tahun 1971, kaum perempuan Minangkabau mendirikan Yayasan Bunda yang diketuai Ny. Adam Malik. Aisyah sebagai penasehat hukumnya. Yayasan ini mendirikan SMP dan SMA Bunda serta Akademi Pariwisata Bunda.

Tahun 1989, melalui suatu musyawarah besar, dibentuk Gerakan Seribu Minang (Gebu Minang). Aisyah menjadi dewan penyantun tahun 2001-2004. Lembaga ini merupakan badan pengkajian dan penggerak masyarakat dalam pengelolaan dana-dana yang dihimpun untuk pembangunan Sumatera Barat.

Kemudian dibentuklah Yayasan Gebu Minang dimana Aisyah menjadi dewan penyantunnya periode 2001-2004. Yayasan ini mengelola dana-dana yang dihimpun untuk kesejahteraan masyarakat dan nagari. Gebu Minang kini menjadi gerakan ekonomi dan budaya Minang yang menasional.Dari ICMI sampai MUISetahun kemudian, yakni 7 Desember 1990, dibentuk Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang dipimpin B.J Habibie. ICMI adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat keislaman, yang bercirikan kebudayaan, keilmuan, dan kecendekiawanan. Kegiatan-kegiatannya memberikan perhatian kepada masyarakat lemah, dari segi ekonomi maupun ilmu dan teknologi.

Aisyah merasa terkesan karena para birokrat saat ini tak lagi sungkan tampil sebagai seorang muslim. Di masa kepemimpinan Adi Sasono, Aisyah menjadi anggota Dewan Penasehat ICMI. Kala itu, keberadaan ICMI banyak yang menolak. Bahkan Gus Dur menganggap ICMI sebagai sektarian dan membentuk tandingan, Forum Demokrasi.

Pergelutan Aisyah pun merambah ke dunia keagamaan. Tidak heran jika ia kemudian menjadi anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejak tahun 1990 sampai sekarang.Komisi ini membahas berbagai masalah hukum Islam dan memberikan fatwa tentang berbagai hal, seperti kasus Ajinomoto di tahun 2001. Kala itu, MUI mengeluarkan fatwa bahwa Ajinomoto mengandung zat yang tidak halal. Namun Gus Dur sebagai presiden waktu itu justru menyatakan sebaliknya.

Aisyah beranggapan Gus Dur terlalu berorientasi pada kepentingan materi dan mengabaikan keyakinan umat yang ingin mengkonsumsi makanan halal. Mungkin Gus Dur mengira, Komisi Fatwa asal saja memberikan label dan hanya mendengar kata orang. Padahal, hal itu sudah dikaji mendalam oleh LPOM MUI yang terdiri dari pakar di bidangnya.

Aisyah bahkan pernah menjadi pimpinan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum untuk Wanita dan Keluarga yang didirikan MUI dan Humanika. Pendiri lembaga ini, Aisyah dan Amirudin Siregar mewakili MUI, sementara Nani Jamin dan Adi Sasono mewakili Humanika. Di dalamnya bergabung berbagai pakar dari psikolog, agama, ahli psikoterapi dan sebagainya.
Ketika perhatian dunia beralih pada masalah-masalah hak asasi manusia (HAM), maka tahun 1993 pemerintah Indonesia juga ikut menunjukkan perhatiannya dengan mendirikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Aisyah adalah satu yang terpilih sebagai anggotanya. Ketua pertamanya adalah almarhum Ali Said SH dan sekretaris jenderalnya dipegang almarhum Baharuddin Lopa.

Meski dibentuk berdasarkan Keppres, sehingga ada kekhawatiran gerak langkahnya tidak akan independen, justru para anggotanya berusaha membuktikan bahwa Komnas HAM bukan alat pemerintah.

Menurut Aisyah, independensi sebuah organisasi tidak tergantung pada siapa yang mendirikannya, tetapi dinilai dari sikap, integritas dan komitmen yang kokoh dari para anggotanya dalam menegakkan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia di Indonesia.
Kegiatan teranyar Aisyah Aminy saat ini adalah mendirikan Bakti Aminy Consultant bersama anak-anak dan para keponakannya. Salah satu misinya adalah memacu pembangunan daerah-daerah seiring era otonomi daerah. Ketika para yuniornya di PPP bertanya, apakah dirinya ingin menjadi anggota parlemen terus, Aisyah menjawab bahwa berbakti untuk Nusa dan Bangsa tidak mesti di parlemen. e-ti/rh-ht

0 komentar:

Posting Komentar